Jumat, 12 Juni 2015

Ekspedisi Tanah Rencong - Day I : Sabang

Jujur saja, saya bukan tipikal orang yang suka tantangan. Saya lebih suka dengan sesuatu yang santai dan tenang, dijalani dengan aman hingga semuanya selesai dengan tenang. Namun, kondisi ini sedikit terusik dengan perjalanan saya ke Aceh beberapa waktu lalu.

“Terima kasih atas undangannya, Mobil123 akan diwakili oleh bapak Adi Hidayat.” Kira-kira begitu jawaban dari managing editor saya, Indra Prabowo ketika beliau mendapatkan undangan untuk melakukan test drive All-new NP300 Navara.

Jujur, saya bersyukur telah mendapatkan kesempatan ini. Aceh, Serambi Mekah-nya Indonesia. Tempat yang mungkin tidak bisa saya datangi dengan kocek saya saat ini. Apalagi ketika saya mengetahui bahwa mobil yang digunakan adalah manual. Well, jujur saja, saya jauh percaya diri ketika mengemudi dengan transmisi manual dibandingkan dengan transmisi otomatis.


Namun saat saya melihat di undangan ‘harap mengirimkan wartawan dengan kemampuan mengemudi yang baik karena perjalanan akan melalui rute ekstrim’ (kira-kira begitu) rasanya jadi agak ciut. Seperti yang saya katakana di awal, saya bukan orang yang suka tantangan, apalagi menyangkut nyawa.

Mengemudi bukanlah hal yang mudah bagi saya. Karena mengemudi, setelah saya pelajari, bukan hanya sekedar mengendalikan kendaraan, namun juga mengendalikan ‘waktu hidup’ penumpangnya. Tapi, ya sudahlah, kalau ini tidak diambil, maka saya tidak akan bisa berkembang bukan?

Singkat cerita, saya harus tiba dibandara pukul 04.00 WIB. Tapi saya baru naik taksi kira-kira pukul 03.15. terlalu mepet buat saya untuk tiba di Bandara. Akhirnya sang supir pun saya suruh agak ngebut. Beruntung, perjalanan masih lancar. Wajar sih, namanya juga adzan subuh belum berkumandang.

Dibandara saya bertemu dengan puluhan wartawan senior dan terkemuka di dunia otomotif Indonesia. Jujur, saya minder mampus. Pengalaman saya di bidang otomotif tidak lebih dari secuil upil mereka. di bandara, kami diberikan pakaian untuk digunakan pada hari pertama.

Jadwal hari pertama adalah terbang ke Sabang dengan transit terlebih dahulu di Medan. Perjalanan dari Jakarta ke Medan tidak ada yang istimewa kecuali pelayanan pramugarinya yang kurang ramah.
Dan saya pun tiba di Medan dengan selamat. Alhamdulillah. Akhirnya saya sampe di Medan, dan langsung saya lakukan ritual wajib ketika memasuki wilayah baru yaitu pipis. Iyah, pipis. Oke, misi pertama : pipis di kualanamu, done.

Perjalanan kemudian dilanjutkan kembali. Perjalanan kali ini naik pesawat kecil dengan baling-baling. Sedikit norak, saya pun foto-foto didepan pesawat. Nah, disini pilotnya cukup menegangkan di darat. Bawanya udah kayak bawa metromini. Ngagetin. Tapi pas udah di udara, LUAR BIASA MANTAP!

Entah mungkin memang cuacanya yang super cerah atau pilotnya yang memang hebat, tapi perjalanannya luar bisa diluar perkiraan. Nyaris tidak ada goncangan. Perjalanan sangat nyaman dan pelayanan pramugarinya juga lebih ramah.

Setibanya di pulah Weh, kami pun disambut dengan tarian lokal sana, brifing dan dipertemukan dengan mobil yang akan kami tes. Saya satu mobil dengan Wahyu kecil Dapurpacu.com dan bapak Martin dari Bisnis Indonesia.



Pulau ini kecil memang, tapi sangat bagus. Jalannya mulus, aspal rata dengan kemacetan yang nyaris tidak ada. Namun tidak dapat dipungkiri jalanan cukup menantang karena meski jalannya bagus, namun sempit dan menanjak curam.

Disini saya kewalahan. Mobil yang saya supiri tersendat hingga matik aja gitu. Alhamdulillah tidak terjadi apa-apa. Namun mental saya jujur saja drop. Saya pun memutuskan untuk memberikan kunci kepada 2 rekan satu tim saya.


Nah, disini destinasi utama adalah Tugu Kilometer 0. Tugu ini merupakan symbol bahwa kita berada diujung terluar Indonesia. Sebenarnya secara geografis sih bukan pulau We tapi Pulau Benggala. Pulau tersebut tidak berpenghuni. Tapi kalau dengar-dengar sih, pulau tersebut ada tertutup dan hanya boleh TNI disana. Karena itulah, tugu Kilometer 0 dibangun di Pulau Weh.

Nah, disana kita sesi foto. Sayang Tugu sedang direnovasi, jadi ya kuranglah fotonya. Ditambah lagi, terlalu banyak pedagang disana yang justru mengurangi daya tarik dari Tugu Kilometer Nol itu sendiri. Padahal seharusnya, Tugu Kilometer 0 bisa tampil lebih atraktif. Oiya, bagi yang sudah kesini, kita bisa mendapatkan sertifikat yang menunjukkan bahwa kita sudah disana.

Saya di Pulau We, Sabang, hanya semalam. Disini saya menginap di sebuah resort yang sangat bagus. Saying, saya terlalu capek dan ketiduran untuk ikut diving atau snorkeling. Sumpah, nyesel abis.

Nah, ini adalah edisi hari pertama.. tunggu ceritanya kelanjutannya yak!!!

3 komentar:

  1. salah satu tempa yang sangat ingin saya kunjungi di Indonesia mas...

    BalasHapus
  2. Wah masukin ke list nih tempat yang mesti dikunjungin. Thanks bro.

    BalasHapus
  3. Menarik banget. Gue sudah lama enggak traveling. Traveling terakhir ke Yogyakarta. Setelah baca artikel ini gue jadi pengen traveling lagi.

    BalasHapus