Senin, 11 Februari 2013

Kisah Panglima Yang Menjadi Pertapa

Dahulu kala, hiduplah seorang anak bernama Handoko. Ayahnya adalah seorang panglima perang dari kerajaan Balaraja. Hidupnya penuh kemewahan dan kekayaan. Namun, hidupnya berubah ketika kerajaan Tanahmerah menyerang kerajaan Balaraja. Ayahnya, yang merupakan panglima kerajaan, tewas dibunuh oleh Panglima Tanahmerah yang bernama Wanamerta.



Hidupnya makin sulit saat Raja Balaraja mengakui keunggulan Tanahmerah. Seluruh hartanya dirampas dan Ibunya sakit-sakitan. Ibunya yang sakitnya semakin parah akhirnya menghembuskan napas terakhirnya didepan Handoko. Handoko yang sedih bukan kepalang akhirnya berjanji untuk membalaskan dendam orang tuanya “Aku bersumpah demi bumi dan langit, aku akan membunuh Wanamerta dan mengembalikan kehormatan keluarga kita” janjinya.

Ia pun pergi mengembara tanpa arah. Ia hanya mengikuti kakinya melangkah. Hingga di suatu hari, ia menginjakkan kaki di kerajaan Cadas Watu. Kerajaan kecil yang mengandalkan hasil laut guna menopang hidup.

Disana ia mulai belajar untuk menjadi tentara kerajaan. Kemampuannya berkembang pesat. Hanya sebentar saja, ia sudah sangat menonjol diantara prajurit-prajurit yang lain. Ternyata, prajurit-prajurit disana sedang dipersiapkan untuk menyerang kerajaan Tanahmerah.

Suatu hari, akhirnya Cadas Watu resmi menyerang Tanahmerah. Handoko yang kemampuannya menonjol pun diutus menjadi kepala regu yang memimpin 1000 orang prajurit di garis terdepan. Sebagai garis terdepan, tentunya sangat sulit menembus pertahanan Tanahmerah. Namun dengan kemampuannya, ia berhasil cukup memberikan pukulan kepada tentara kerajaan Tanahmerah.



Kesuksesannya pun membawa ia dipercaya untuk memimpin perang dikemudian hari. Hingga suatu hari, terjadilah perang besar-besaran antara Cadas Watu dengan Tanah Merah. Handoko pun melihat Wanamerta berada ditengah-tengah pertempuran.

Dengan sigap, Handoko pun menyerang Wanamerta. Handoko yang menggunakan tombak langsung menyerang Wanamerta dengan sigap. Wanamerta yang melihat pergerakan Handoko pun terkejut. Namun ia adalah Panglima perang kerajaan yang ilmunya tidak sempit. Ia hanya perlu mengibaskan pedangnya untuk menghindari serangan tombak dari Handoko.

“Jadi kau adalah Handoko yang selama ini diperbincangkan? Kepala Regu yang berhasil merusak pertahanan Tanahmerah?”

“Iya, itu adalah aku. Dan kini sudah saatnya aku untuk membalaskan dendamku” tegas Handoko. Sejurus kemudian, ia pun langsung mengincar leher Wanemerta. Wanamerta pun kembali menggagalkan serangannya. Sesaat tombak Handoko tertebas pedang, saat itu juga Wanamerta memberi pukulan pada ulu hati Handoko. Handoko yang tidak menduga seragan tersebut hanya mampu menangkis serangannya dengan tangan. Meski begitu, Handoko pun terpukul mundur beberapa langkah surut.



Tak mau kehilangan kesempatan, Wanamerta langsung menyerang Handoko. Pedangnya yang tajam langsung menusuk menuju arah dada kiri Handoko. Namun Handoko kini telah lebih siap akan serangan Wanamerta. Baginya, tusukan pedang tersebut sangat mudah terbaca. Handoko memutarkan tombaknya dan berhasil menggagalkan serangan Wanamerta. Sesaat kuda-kuda dari Wanamerta terbuka. Kesempatan itu pun tidak disia-siakan Handoko. Tombaknya langsung ia tusukkan ke pinggang Wanamerta. Sesaat, Wanamerta pun tewas.

Tewasnya Wanamerta langsung terdengar keseluruh penjuru peperangan. Semangat bertarung para prajurit Tanahmerah pun langsung pudar. Tidak lama, Tamanmerah pun mengakui kekakahannya.

Handoko pun akhirnya dikenal sebagai pahlawan Cadas Watu. Ia pun diberikan pangkat tertinggi sebagai Panglima kerajaan. Keberhasilan tersebut, ia rasakan sebagai bukti kembalinya kehormatan kedua orang tuanya yang telah direbut.

***

Suatu hari, Handoko berjalan-jalan sendiri kedaerah-daerah, untuk mengetahui kondisi kerajaan Cadas Watu yang sudah menjadi besar. ia tiba ke desa kumuh yang beberapa diantaranya adalah bekas prajurit Tanahmerah. Disana ia meminta air untuk minum dan kemudian berkeliling. Di satu rumah ia melihat anak kecil yang duduk menemani Ibunya yang tengah terbaring sakit.

“Ibu, aku berjanji demi Dewa dilangit. Aku akan membunuh Panglima Handoko dan mengembalikan kehormatan keluarga kita!” teriaknya.

Sesaat, Handoko pun tersentak. Ia seperti melihat dirinya semasa masih kecil. Ia pun melepas baju kebesarannya dan mendatangi anak dan ibu tersebut.

“Ada apa dengan Ibumu nak” Tanya Handoko

“Ibuku sakit! Sejak ayahku tewas dibunuh Handoko, aku jadi jatuh miskin dan Ibuku jadi seperi ini!” teriaknya

“Memangnya siapa ayahmu?”

“Wanamerta. Panglima dari Tanahmerah” ucapnya getir.

Handoko pun terkejut. Sesaat ia pun menitikkan air mata. Ia pun akhirnya memutuskan untuk pulang. Dirumah, ia merenung. Segala kekayaan yang ia dapatkan adalah karena ia berhasil mengalahkan Wanamerta dan membalaskan dendam. Namun ia kini sadar bahwa membalas dendam tidaklah menyelesaikan masalah, namun justru membakar dendam –dendam yang lain.

Ia pun akhirnya memutuskan untuk menjadi pertapa. Hartanya disumbangkan ke seluruh keluraga yang ditinggal meninggal oleh para prajurit yang tewas dalam peperangan. Sejak itu, ia pun tidak pernah muncul dan tidak ada kabarnya lagi

Terinspirasi dari: Dongeng di Bobo tahun 90an, novel Nagasastra dan Sabuk Inten.
sumber gambar : wartariau.com, temperer.wordpress.com, blogbukuhelvry.blogspot.com