Dahulu kala, hiduplah seorang anak bernama Handoko. Ayahnya adalah
seorang panglima perang dari kerajaan Balaraja. Hidupnya penuh kemewahan dan kekayaan.
Namun, hidupnya berubah ketika kerajaan Tanahmerah menyerang kerajaan Balaraja.
Ayahnya, yang merupakan panglima kerajaan, tewas dibunuh oleh Panglima
Tanahmerah yang bernama Wanamerta.
Hidupnya makin sulit saat Raja Balaraja mengakui keunggulan
Tanahmerah. Seluruh hartanya dirampas dan Ibunya sakit-sakitan. Ibunya yang
sakitnya semakin parah akhirnya menghembuskan napas terakhirnya didepan
Handoko. Handoko yang sedih bukan kepalang akhirnya berjanji untuk membalaskan
dendam orang tuanya “Aku bersumpah demi bumi dan langit, aku akan membunuh Wanamerta
dan mengembalikan kehormatan keluarga kita” janjinya.
Ia pun pergi mengembara tanpa arah. Ia hanya mengikuti
kakinya melangkah. Hingga di suatu hari, ia menginjakkan kaki di kerajaan Cadas
Watu. Kerajaan kecil yang mengandalkan hasil laut guna menopang hidup.
Disana ia mulai belajar untuk menjadi tentara kerajaan. Kemampuannya
berkembang pesat. Hanya sebentar saja, ia sudah sangat menonjol diantara prajurit-prajurit
yang lain. Ternyata, prajurit-prajurit disana sedang dipersiapkan untuk
menyerang kerajaan Tanahmerah.
Suatu hari, akhirnya Cadas Watu resmi menyerang Tanahmerah.
Handoko yang kemampuannya menonjol pun diutus menjadi kepala regu yang memimpin
1000 orang prajurit di garis terdepan. Sebagai garis terdepan, tentunya sangat
sulit menembus pertahanan Tanahmerah. Namun dengan kemampuannya, ia berhasil
cukup memberikan pukulan kepada tentara kerajaan Tanahmerah.
Kesuksesannya pun membawa ia dipercaya untuk memimpin perang
dikemudian hari. Hingga suatu hari, terjadilah perang besar-besaran antara
Cadas Watu dengan Tanah Merah. Handoko pun melihat Wanamerta berada
ditengah-tengah pertempuran.
Dengan sigap, Handoko pun menyerang Wanamerta. Handoko yang
menggunakan tombak langsung menyerang Wanamerta dengan sigap. Wanamerta yang
melihat pergerakan Handoko pun terkejut. Namun ia adalah Panglima perang
kerajaan yang ilmunya tidak sempit. Ia hanya perlu mengibaskan pedangnya untuk
menghindari serangan tombak dari Handoko.
“Jadi kau adalah Handoko yang selama ini diperbincangkan?
Kepala Regu yang berhasil merusak pertahanan Tanahmerah?”
“Iya, itu adalah aku. Dan kini sudah saatnya aku untuk
membalaskan dendamku” tegas Handoko. Sejurus kemudian, ia pun langsung
mengincar leher Wanemerta. Wanamerta pun kembali menggagalkan serangannya. Sesaat
tombak Handoko tertebas pedang, saat itu juga Wanamerta memberi pukulan pada
ulu hati Handoko. Handoko yang tidak menduga seragan tersebut hanya mampu menangkis
serangannya dengan tangan. Meski begitu, Handoko pun terpukul mundur beberapa
langkah surut.
Tak mau kehilangan kesempatan, Wanamerta langsung menyerang
Handoko. Pedangnya yang tajam langsung menusuk menuju arah dada kiri Handoko. Namun
Handoko kini telah lebih siap akan serangan Wanamerta. Baginya, tusukan pedang
tersebut sangat mudah terbaca. Handoko memutarkan tombaknya dan berhasil
menggagalkan serangan Wanamerta. Sesaat kuda-kuda dari Wanamerta terbuka. Kesempatan
itu pun tidak disia-siakan Handoko. Tombaknya langsung ia tusukkan ke pinggang
Wanamerta. Sesaat, Wanamerta pun tewas.
Tewasnya Wanamerta langsung terdengar keseluruh penjuru
peperangan. Semangat bertarung para prajurit Tanahmerah pun langsung pudar. Tidak
lama, Tamanmerah pun mengakui kekakahannya.
Handoko pun akhirnya dikenal sebagai pahlawan Cadas Watu. Ia
pun diberikan pangkat tertinggi sebagai Panglima kerajaan. Keberhasilan
tersebut, ia rasakan sebagai bukti kembalinya kehormatan kedua orang tuanya
yang telah direbut.
***
Suatu hari, Handoko berjalan-jalan sendiri kedaerah-daerah, untuk
mengetahui kondisi kerajaan Cadas Watu yang sudah menjadi besar. ia tiba ke
desa kumuh yang beberapa diantaranya adalah bekas prajurit Tanahmerah. Disana ia
meminta air untuk minum dan kemudian berkeliling. Di satu rumah ia melihat
anak kecil yang duduk menemani Ibunya yang tengah terbaring sakit.
“Ibu, aku berjanji demi Dewa dilangit. Aku akan membunuh
Panglima Handoko dan mengembalikan kehormatan keluarga kita!” teriaknya.
Sesaat, Handoko pun tersentak. Ia seperti melihat dirinya
semasa masih kecil. Ia pun melepas baju kebesarannya dan mendatangi anak dan
ibu tersebut.
“Ada apa dengan Ibumu nak” Tanya Handoko
“Ibuku sakit! Sejak ayahku tewas dibunuh Handoko, aku jadi jatuh miskin dan Ibuku jadi seperi ini!” teriaknya
“Memangnya siapa ayahmu?”
“Wanamerta. Panglima dari Tanahmerah” ucapnya getir.
Handoko pun terkejut. Sesaat ia pun menitikkan air mata. Ia pun
akhirnya memutuskan untuk pulang. Dirumah, ia merenung. Segala kekayaan yang ia
dapatkan adalah karena ia berhasil mengalahkan Wanamerta dan membalaskan
dendam. Namun ia kini sadar bahwa membalas dendam tidaklah menyelesaikan
masalah, namun justru membakar dendam –dendam yang lain.
Ia pun akhirnya memutuskan untuk menjadi pertapa. Hartanya disumbangkan
ke seluruh keluraga yang ditinggal meninggal oleh para prajurit yang tewas
dalam peperangan. Sejak itu, ia pun tidak pernah muncul dan tidak ada kabarnya
lagi
Terinspirasi dari: Dongeng di Bobo tahun 90an, novel
Nagasastra dan Sabuk Inten.
sumber gambar : wartariau.com, temperer.wordpress.com, blogbukuhelvry.blogspot.com