Kamis, 16 Juli 2015

Amazing Trip t - Day III : Tersesat

Mulutmu harimaumu, adalah sebuah kata yang tepat untuk menceritakan hari ketiga saya di Aceh. Ketika masih di Pulau Weh, ada yang mengatkan “Semoga kita menemukan tanjakan yang terjal dan juga turunan yang cuuram untuk mencoba fitur yang ada di mobil ini,” da nada juga mengatakan “Saatnya untuk menyiksa Navara ini,” dan ternyata, semua terjadi.

Pagi, sekitar pukul 4 pagi saya sudah bangun untuk bersiap mengejar sunrise bersama beberapa rekan saya. Kami mngejar Sunrise di kawasan Dau Laut Tawar. Sebuah danau yang masih sangat cantik, meski sedikit ternoda karena ada beberapa kawasan yang dibangun.



Sayang, kami gagal mendapatkan sunrise tersebut. Matahari tertutup awan. Meski demikian, pemandangan disana masih tetap cantik dengan cukup banyak pepohonan yang menutupi gunung. Air danau pun sangat bening. Di beberapa titik terlihat ada kolam apung milik warga setempat untuk menampung ikan.

Setelah sarapan yang cukup menyenangkan, kami memulai perjalanan menuju Meulaboh. Disini, kami kembali mengandalkan GPS. Namun GPS tidak terlalu kami perhatikan mengingat kami masih berada dalam satu rombongan.

Selama perjalanan, kami disuguhi dengan pemandangan yang sangat cantik meski cukup menantang. Kiri jalan tebing, kanan jurang. Meski demikian, perjalanan terbilang manusiawi karena jalanan masih diaspal dengan baik.

Saya yang duduk sebagai penumpang belakang seakan norak sekali dengan pemandangan yang berada di sekeliling saya. Sangat cantik. Pemandangan sedikiit rusak saat saya melihat ada beberapa titik longsor di tengah hutan dan beberapa titik dijalan yang kami lalui.


Menjelang siang, kondisi jalan semakin menantang. Tidak hanya jurang, kami juga menghadapi jalanan yang longsor dan beberapa perbaikan jalan. Jalanan pun tidak bisa dikatakan sebagai rute yang ‘mudah’ lagi. Beruntung, kami melaluinya ketika siang hari. Jika malam hari, sudah pasti perjalanan kami akan menjadi sangat berbahaya mengingat tidak ada penerangan dan marka jalan yyang cukup di rute yang kami lewati.

Sekitar pukul 2 siang, rombongan tiba di sebuah desa. Saya kira perjalanan tidak jauh lagi, namun ternyata kami justru mendapat kabar yang kurang menyenangkan. Rute yang kami lalui salah. Memang bisa melaui rute yang kami lalui ini, namun rute kami adalah rute yang sangat jauh dan terbilang ekstrim.

Kami pun berkonsultasi dengan warga disana, apakah sebaiknya melanjutkan perjalanan atau memutar kembali. Sayang, warga disana tidaklah satu suara. ada yang mengatakan bila melanjutkan perjalanan, ada juga yang sebaiknya kembali ke Takengon.

Permasalahannya adalah, apabila kami memutar balik, maka perjalanan yang kami tempuh sudah pasti jauh. Rute juga terbilang berat mengingat hari kemungkinan sudah semakin sore. Sementara apabila rute lanjut, kami tidak mengetahui secara pasti kondisi jalannya. Demikian juga warga yang tidak bisa memberi keterangan secara detail tentang kondisi jalan. Ia hanya mengatakan bahwa rute tersebut terbilang ‘ngeri-ngeri sedap’, jalan juga tidak diaspal tapi hanya dilakukan pengerasan.

Setelah berunding, kami pun memutuskan untuk tetap untuk melajutkan perjalanan kami.
Awalnya, perjalanan cukup mudah. Halangan kami hanyalah kerbau yang sangat banyak, ayam yang juga sangat banyak dan jalanan yang sedikit sempit. Selama perjalanan, kami disuguhi dengan pemandangan yang pastinya sangat cantik. Jujur, desa yang kami lalui mungkin bukanlah desa wisata, namun pemandangan disana sungguhlah cantik.

Sore hari, perjalanan mulai menantang. Aspal habis dan jalan mulai berbatu. Kanan kiri adalah semak. Dan jalan hanya cukup  untuk 1 mobil. Apalagi mobil yang kami kemudikan adalah mobil dengan dimensi yang cukup besar sehingga cukup sulit untuk ‘nyempil’.

Namun, itu bukanlah cerita utama. Disaat kami mulai menapaki satu bukit, tiba-tiba mobil didepan kami berhenti dan terdengar suarra dari HT ‘Ini ada tanjakan yang sangat curan dan sulit. Kalau Navara sih kayaknya bisa, tapi gw kurang yakin sama X-Trail,” ungkap suara di HT.



Saya pun penasaran dan melihat tanjakan tersebut. Dan benar saja, tanjakannya demikian curam dengan kondisi jalan yang mengenaskan dan bersebelahan dengan jurang. Jujur, saya sadar bahwa tanjakan tersebut adalah batas kemampuan saya. Mental saya tidak cukup untuk mengemudi di medan tersebut. Kunci pun saya serahkan pada Wahyu. Dia memiliki kemampuan mengemudi yang jauh diatas saya.

Sementara itu, mobil X-Trail pun juga mencapai batas kemampuannya. Mobil tersebut gagal menanjak tanjakan tersebut. Mobil X-Trail kembali ke rute keberangkatan kami. Cuaca ketika itu sudah mulai hujan.



Perjalanan kami dilajutkan. Dan ternyata tantangan tidak selesai sampai disana. Jalanan makin lama semakin menyempit. Dan ketika itu, saya baru tahu bahwa rute kami ini adalah rute yang berada dibawah penguasaan GAM ketika konflik dahulu. Sedikit horror adalah saat saya mengetahui bahwa konon kabarnya, sering ada mayat yang tergeletak disana. Sedikit gak enak ya?

Kami pun dikejutkan dengan adanya seorang pengendara motor yang melalui jalan kami. Bagaimana tidak, mobil yang memiliki spesifikasi cukup tinggi seperti yang kami gunakan saja, cukup membuat kami ngeri, eh dia malah hanya menggunakan sebuah sepeda motor, malah berani melalui jalan ini, bawa belanjaan pula. Kami pun membiarkan ia mendahuli kami terlebih dahulu.

Namun, tidak lama kami berhenti ketika sang penegndara motor tersebut juga berhenti. Ia ternyata tengah membuka jalan untuk kami. Ketika itu, ada beberapa ranting pohon yang rubuh sehingga ia menggunakan goloknya untuk membukakan jalan kami. Setelelah mengucapkan terima kasih, kami pun kembali melanjutkan perjalanan.



Sekali lagi, mental saya dibuat menjadi seperti anak kecil. Didepan kami ada longsor yang menghadang dengan jurang disisi kirinya. Longsor tersebut sebenarnya terlihat sudah sedikit dibersihkan, namun masih terlihat mengerikan. Saya sudah berpikir bahwa perjalanan mungkin harus berputar arah, namun ternyata para senior berpendapat lain.

Perjalanan masih bisa dilanjutkan jika berjalan dengan sangat hati-hati dan perlahan. Hanya ada 2 orang yang sanggup melintasi longsor ini. Mereka pun bergantian untuk ‘meyebrangkan’ mobil-mobil yang kami tumpangi agar tiba diseberang. Alhamdulillah, berhasil.

Perjalanan kembali dilanjutkan. Namun hanya beberapa menit kemudian, harus kami hentikan lagi. Kali ini, kami dihadang oleh sebuah pohon tumbang yang melintang di tengah jalan. Praktis tidak ada jalan bagi kami untuk melalui jalan ini.

Beruntung, pengendara motor yang kami melewati kami mau membantu. Pria yang akrab dipanggik pak Sabar tersebut mengetahui lokasi dimana kami bisa menemukan gergaji mesin yang disewakan. Ia bersama salah satu rekan kami pun mencari gergaji mesin.



Sembari menunggu, kami pun  berinisiatif untuk mencari langkah lain melewati pohon tumbang tersebut. Kami terdiri dari 7 mobil yang artinya ada 7 ban cadangan. Kami berencana untuk meletakkan 2 ban cadangan di satu sisi dan 2 lagi di sisi lainnya agar bisa dilewati oleh mobil. Seakan sudah dikomandoi, kami pun langsung mengerti peran masing masing dengan tugas masing-masing pula.

Namun, setelah semua persiapan selesai, ternyata pak Sabar telah kembali dengan 2 orang yang membawa gergaji mesin. Rasa lega pun hadir. Apalagi setelah tahu bahwa kami sebentar lagi akan melewati hutan ini.

Setelah pohon dipotong, saya baru tahu bahwa ternyata kedua orang tersebut adalah pembalak liar. Ditambahlagi, mereka meminta harga yang terbilang sangat tinggi, yaitu Rp 1,5 juta, “Itu juga setelah ge tawar, tadinya mintanya Rp 3 juta,” ungkap Anang, pria yang menemani pak Sabar untuk mencari kedua orang tersebut.



Perlahan namun pasti, jalanan mulai lebar dan terlihat sedikit mudah, hingga tiba-tiba suara di HT mengingatkan untuk berhati-hati terhadap tanjakan super curam dan kondisi yang kurang bagus. Dan benar saja, terdengar suara panic dari HT ‘CRASH CRASH CRASH!!!”

Seketika itu juga, rombongan langsung menuju lokasi. Sebuah mobil nyusruk disebuah parit. Beruntung mobil tidak tergelincir di jurang. Kami pun bahu membahu untuk menyelamatkan mobil tersebut. Perlu diingatkan bahwa kami nyasar sehingga tidak membawa perlatan yang memadai untuk melakuka recovery mobil dengan tepat. Beruntung, diantara kami terdapat senior yang memang sudah ahli menangani kondisi seperti ini. mobil pun berhasil kembali ke posisi yang seharusnya.



Perjalanan pun dilanjutkan. Beberapa kilometer kemudian, kami menemukan sisa-sisa pohon yang ditebang. Kemudian ada papan bertulisan peringatan dan menunjukkan bahwa saat ini kami berada di Taman Nasional Gunung Leuser. Sebuah daerah yang memang terkenal dengan pembalakan liar.

Perjalanan terus kami lanjutkan hingga kami menemukan jalanan aspal. Jalanan aspal itu layaknya sebuah sungai diantara gurun pasir. Ahahaha. Tidak hanya aspal, kami pun juga akhirnya bisa mendapatkan sinyal. Kami langsung menghubungi panitia yang menunggu kami di Meulaboh untuk dijemput dan bertukar supir untuk kemudian menuju hotel yang sudah disediakan.

Di tengah perjalanan, kami menemukan sebuah warung. Disana kami istirahat dan menikmati indomie rebus paling enak sedunia. Meski masih setengah matang, namun mie sudah mulai di lahap. Hahaha… maklum, selama 16 jam kami menghilang, kami hanya menikmati snack dan aqua yang dihemat. Ya, namanya juga nyasar yaaaa.

Haha…

Di hari keempat tidak banyak yang bisa saya sampaikan. Jujur, baju saya dari kering ke basah, kering lagi, basah lagi dan kering lagi (semua sampai tingkat celana dalam sekalipun) terpaksa tidak saya ganti di hotel. Pasalnya, baju saya semua berada di mobil yang kembali ke Takengon.

Di hari keempat juga saya baru mendapatkabar bahwa jalan yang kami lalui kembali longsor. Beragam cerita terkait rute tersebut pun saya dapatkan. Mulai dari bahwa jalan tersebut masihlah menjadi wilayah sisa-sisa GAM, sindikat ganja dan hingga tempat pelepas liaran harimau pemakan manusia menjadi cerita tersendiri untuk saya.

Perjalanan ini pun membuat saya untuk memiliki keinginan untuk melakukan perjalanan lagi. Entah kemana itu. Yang jelas, saya mau lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar